BREAKING NEWS

Gender dalam Bingkai Kesmas

 


Oleh : Sriyanti Ambar

Kepala Bidang Kesetaraan Gender DPPPA Kota Parepare/Dosen STIKES Fatima Kota Parepare

Kesetaraan gender dan inklusi sosial bukan sekadar isu, melainkan jantung dari peradaban yang maju. Tanpa keduanya, pembangunan kesehatan hanya menjadi ilusi yang timpang meninggalkan kelompok rentan dalam bayang-bayang ketidakadilan. Inilah kenyataan yang tak bisa diabaikan, tantangan yang tak bisa ditunda. Jika kebijakan kesehatan tidak merangkul semua lapisan masyarakat, maka keadilan sosial hanya akan menjadi wacana kosong tanpa makna.

Pemahaman yang mendalam mengenai kesetaraan gender sangat krusial dalam mengatasi bias yang masih mengakar di berbagai sektor, termasuk kesehatan. Ketimpangan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, serta peluang ekonomi adalah konsekuensi nyata dari bias gender yang tidak ditangani dengan serius. Lebih dari itu, bias gender juga berkontribusi terhadap meningkatnya angka kekerasan berbasis gender, yang tidak hanya berdampak pada individu korban tetapi juga memperberat sistem kesehatan secara keseluruhan. Kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, serta eksploitasi ekonomi terhadap perempuan dan anak menimbulkan trauma berkepanjangan serta meningkatkan kebutuhan rehabilitasi medis dan psikososial.

Pemerintahan Prabowo-Gibran telah mengusung delapan misi utama Asta Cita dengan visi "Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045." Misi keempat dari Asta Cita menekankan peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui reformasi sistem pendidikan dan kesehatan yang inklusif. Hal ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang jenis kelamin atau latar belakang sosial, memiliki akses yang setara terhadap layanan kesehatan dan pendidikan.

Namun, integrasi kesetaraan gender dan inklusi sosial di sektor kesehatan bukan sekadar memastikan akses, melainkan juga pemberdayaan. Program Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA) yang digagas Kementerian Sosial, misalnya, bertujuan untuk memberdayakan perempuan melalui pengembangan keterampilan dan akses informasi pasar. Program ini memberikan ruang bagi perempuan untuk menegosiasikan peran mereka baik di ranah privat maupun publik, sekaligus mengakui kontribusi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan.

Di sisi lain, pemerintah juga telah meluncurkan program ambisius berupa penyediaan makanan bergizi gratis bagi hampir 90 juta anak dan ibu hamil hingga tahun 2029. Program ini bukan hanya bertujuan mengatasi malnutrisi dan stunting, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani lokal dengan memperkuat rantai pasok pangan nasional. Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Namun, mewujudkan kesetaraan gender dan inklusi sosial dalam sektor kesehatan masih menghadapi tantangan besar. Studi dari Save the Children mengungkapkan bahwa ketidaksetaraan gender dan kurangnya inklusi sosial memperburuk masalah kesehatan, seperti stunting pada anak-anak dari keluarga kurang mampu. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan interseksional yang mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, budaya, dan demografis dalam merancang dan mengimplementasikan kebijakan kesehatan.

Salah satu tantangan utama lainnya adalah masih terbatasnya akses layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas. Oleh karena itu, strategi pembangunan inklusif dalam Asta Cita mencakup penyediaan fasilitas publik yang ramah disabilitas, peningkatan akses terhadap layanan kesehatan yang memadai, serta pemberdayaan ekonomi bagi penyandang disabilitas agar dapat hidup mandiri dan produktif. Peningkatan kapasitas tenaga medis dalam menangani pasien berkebutuhan khusus serta integrasi teknologi dalam layanan kesehatan menjadi langkah krusial dalam mencapai tujuan ini.

Keberhasilan pembangunan yang inklusif tidak dapat dicapai tanpa kolaborasi erat antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan sektor swasta. Program INKLUSI, misalnya, telah bekerja sama dengan berbagai pihak dalam memperjuangkan kesetaraan gender, hak penyandang disabilitas, dan inklusi sosial. Sinergi semacam ini memastikan bahwa suara kelompok rentan terakomodasi dalam kebijakan serta implementasi program Kesehatan.

Untuk memastikan efektivitas kebijakan, diperlukan evaluasi berbasis data yang transparan dan akuntabel. Indikator utama pencapaian program ini mencakup peningkatan partisipasi perempuan di sektor formal, pengurangan angka kekerasan berbasis gender, serta peningkatan akses layanan kesehatan bagi perempuan dan penyandang disabilitas. Tidak hanya itu, regulasi dan kebijakan terkait harus benar-benar diterapkan di lapangan, didukung dengan mekanisme pengawasan yang ketat dan partisipasi aktif dari masyarakat sipil.

Kesetaraan gender dan inklusi sosial dalam sektor kesehatan bukanlah sekadar harapan kosong. Dengan komitmen kuat pemerintah, dukungan pemangku kepentingan, serta partisipasi aktif masyarakat, cita-cita ini dapat menjadi kenyataan. Implementasi misi keempat Asta Cita adalah langkah nyata menuju Indonesia yang lebih sehat, inklusif, dan berkeadilan.


Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image